Laman

Assalamu Alaikum.....
Google

Qur'an Random

Rabu, 27 Januari 2010

DALAM COBAAN TERKANDUNG KEBANGKITAN RUH DAN KESADARAN MATA HATI

(Rahasia ibadah 3)
Syekh---semoga Allah meridhai dan meridhkannya---
berujar: Jika seorang hamba ditimpa cobaan, pertama-tama cobalah ia atasi sendiri dengan usaha diri. Jika masih belum lepas, cobalah ia cari pertolongan kepada makhluk sesamanya, seperti para raja (penguasa, pejabat, bangsawan, hartawan, atau dokter ahli dalam bidang perih luka dan sakit. Jika belum sembuh juga, barulah ia coba kembali kepada Tuhannya 'Azza wa Jalla dengan doa dan simpuh kerendahan hati (tangis). Selama ia masih bisa menemukan solusi pada dirinya sendiri, maka jangan lari pada sesamanya. Dan selama ia temukan solusi pertolongan pada makhluk sesamanya, tidak perlu ia rujuk pada Sang Khaliq Penciptanya 'Azza wa Jalla. Baru ketika tak ia temukan lagi solusi pertolongan pada makhluk, maka lemparkan diri bersimpuh di hadapan-Nya sambil terus-menerus memohon, bersimpuh, berdoa, menangis dan memelas dengan harap-harap cemas, takut bercampur harap kepada-Nya. Sang Pencipta 'Azza wa Jalla akan membiarkan ia letih dalam berdoa dan tidak akan mengabulkannya sampai ia memutuskan kaitan diri dengan sarana-sarana (duniawi). Ketika itulah Takdir berjalan di dalam dirinya dan Tindakan (Allah) pun berlaku pada dirinya. Si hamba pun lebur binasa dari segala sarana dan gerak, tinggallah ketika itu ruhnya semata.

Jika sudah demikian halnya, tak ia lihat lagi apa-apa selain sebagai manifestasi tindakan al-Haqq 'Azza wa Jalla. Praktis, jadilah ia orang yang penuh keyakinan dan manunggal. Ia yakin bahwa sejatinya tidak ada pelaku (yang bertindak dan bergerak) kecuali hanya Allah 'Azza wa Jalla. Tidak ada penggerak dan pendiam kecuali hanya Allah. Juga tidak ada kebaikan dan keburukan, manfaat dan mudharat, keterbukaan dan ketertutupan, kehidupan dan kematian, kehormatan dan kenistaan, kekayaan dan kemiskinan kecuali telah diatur oleh tangan Kuasa Allah 'Azza wa Jalla.

Jadilah ia ketika itu dihadapan kuasa Takdir ibarat bayi di tangan perawat, mayat di tangan pemandinya, bola di lengkung tongkat penunggang kuda; membolak-balik, berubah, berganti, dan menjadi; tanpa daya penggerak di dalam dirinya maupun selainnya. Ia hilang dari dirinya dan melebur dalam Tindakan Junjungan-Nya. Tak ia lihat apa-apa lagi selain Sang Mawla dan Tindakan-Nya, juga tak mendengar dan berpikir tentang selain-Nya.

Jika melihat, maka karena perbuatan-Nyalah ia melihat. Jika ia mendengar dan mengetahui, maka karena Kalam-Nyalah ia mendengar dan dengan Ilmu-Nyalah ia mengetahui. Dengan nikmat-Nya ia terkaruniai dan dengan Kedekatan-Nya ia terbahagiakan. Melalui kedekatan dengan-Nya ia berhias dan mulia.Hanya dengan janji-Nya ia lega dan senang. Hanya dengan-Nya ia bisa merasakan ketenangan. Dengan firman-Nya ia merasa intim, dan dengan selain-Nya ia merasa muak dan mangkir. Dengan berdzikir menyebut-Nya ia mencari perlindungan dan bersimpuh mendekat. Hanya dengan-Nya ia percaya diri. Kepada-Nya ia serahkan diri. Dengan cahaya makrifat-Nya ia boleh beroleh petunjuk dan berbaju. Tentang keanehan-keanehan Ilmu-Nya ia menelaah, dan tentang rahasia-rahasia Qudrah-Nya ia mengawasi.

Dari-Nya 'Azza wa Jalla ia mendengar dan tersadar. Kemudian pada semua itu ia memuji dan memuja, sekaligus bersyukur dan berdoa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar