Laman

Assalamu Alaikum.....
Google

Qur'an Random

Rabu, 27 Januari 2010

...BAGAIMANA MELAHIRKAN GENERASI ISLAM YANG CERDAS?? ...

Dalam kitab suci al-Qur’an, Allah SWT menyatakan bahwa sesungguhnya umat islam diciptakan sebagai umat yang unggul. Sejak diturunkan ke muka bumi melalui perantara Nabi Muhammad saw, Islam tumbuh secara signifikan baik dari jumlah penganut maupun wilayah penyebarannya, bahkan mampu menjadi kekuatan dunia mengalahkan peradaban Persia dan Romawi saat itu.

Seiring jalannya waktu, peradaban Islam semakin hari semakin tenggelam dan dikalahkan golongan lain. Secara jujur kita bisa menyatakan, bahwa yang menguasai peradaban dunia saat ini ialah kaum yahudi. Tidak ada aspek kehidupan manusia di dunia ini yang tidak lepas dari kendali kaum yahudi.

Untuk itu, marilah kita berintrospeksi diri (muhasabah) kenapa umat islam yang seharusnya unggul dan tidak ada yang mampu mengunggulinya, pada kenyataannya tidak terjadi. Kenapa justru orang kafir-lah yang begitu dominan memegang peradaban dunia. Kenapa kaum Yahudi saat ini mampu melahirkan generasi yang cerdas dan mapan baik dari sisi intelektual, spiritual dan ekonomi.

Generasi yang cerdas

Bicara mengenai peradaban, tentunya tidak bisa dilepaskan dari proses re-generasi dari waktu ke waktu. Kalau umat islam ingin menjadi kekuatan yang unggul, apakah kita sudah melahirkan generasi Islam yang benar-benar sesuai dengan kriteria Al-Quran? atau justru sebaliknya, kaum Yahudi-lah yang telah mengamalkan nilai-nilai al-Quran sehingga mereka bisa unggul?

Kita perlu mawas diri dan antisipasi jangan sampai generasi kita dan setelahnya justru menjadi generasi yang lemah bahkan dimurkai Allah SWT. Hal ini penting diperhatikan terutama bagi kita sebagai orang tua, karena kondisi zaman ini begitu hebat merusak nilai -nilai ke-islaman. Betapa tidak, nilai-nilai konsumerisme, hangar bingar, showbiz, kebahagian sesaat, musik, lawak, gossip, santai, dan misteri telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam keseharian generasi kita. Dari pagi hingga malam generasi kita disuguhi oleh nilai-nilai ini melalui berbagai macam media masa (televisi, majalah, internet, dll). Akan dibawa kemanakah generasi Islam Indonesia sekarang ini? Bagaimana mungkin kita bisa menghasilkan generasi yang cerdas, sholeh dan diridhoi Allah kalau nilai-nilai yang dimasukkan bertentangan dengan nilai Qurani?
disi kita harus lebih pintar memilih dan memilih ,mana yang membawa manfaat untuk kita....

Kembali kepada Al-Quran & Hadits

Kembali kepada Al-Quran & Hadits, itulah jalan yang harus kita tempuh agar kita bisa melahirkan generasi yang cerdas dan diridhoi Alloh SWT. Alloh telah memberikan gambaran dalam QS Maryam, 12 – 14, sebagimana nabi Zakaria a.s mampu melahirkan generasi yang cerdas dan sholeh yakni nabi Yahya a.s.

“Hai Yahya, ambillah al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak”

“Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia adalah seorang yang bertaqwa“

“Dan Banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka”

Berdasarkan ayat diatas, kiat -kiat agar kita bisa melahirkan generasi yang cerdas adalah sebagai berikut:

1. Berpegang Teguh kepada kitab Al-Quran dengan kuat

Sudah menjadi keharusan, sejak seorang ibu mengandung jabang bayi, ia memperdengarkan ayat-ayat Al-Quran kepadanya. Biasakanlah suara yang berkumandang adalah ayat-ayat Allah, bukan yang lain. Hal ini secara internal akan mengusik jabang bayi dan meneguhkan hati dan pikirannya, sehingga ia akan memiliki kekuatan iman, logika dan ketuhanan.

Ada sebuah penelitian di Amerika yang mempelajari kanapa tradisi Yahudi melahirkan generasi yang cerdas. Hasilnya adalah tidak berbeda dengan yang diceritakan dalam al-Quran di atas. Saat seorang ibu hamil, mereka sering bermain musik, piano dan mendengarkan nada-nada yang kompleks (jazz, klassik, dll), dan menyelesaikan soal-soal matematik (logika), sehingga hal inilah yang merangsang pertumbuhan otak yang jenius.

Kalau kita perhatian dengan seksama, sebenarnya seni musik ini adalah wujud dari keindahan bunyi al-Quran. Kalau kita membaca al-Quran dengan baik dan benar mengikuti kaidah-kaidah tajwid, maka akan muncul alunan bunyi yang kompleks. Jadi sudah seharusnya seorang ibu tidak melupakan membaca Al-quran kepada jabang bayinya dan juga mempelajarinya dengan cerdas.

Kata KUAT, dalam ayat di atas bisa diartikan kuat secara logika dan fisik. Untuk itu ajarilah anak agar memiliki kekuatan logika dan fisik yang kuat. Istri nabi (Khadijah) selalu bergelut dengan urusan perhitungan atau matematik dalam bisnisnya, begitu pula nabi Muhammad saw memerintahkan agar mengajari anak memanah, berlari, menembak dan berkuda. Jika hal ini kita lakukan maka seorang anak akan bisa lebih fokus, kuat dan otak maksimal. Dia akan siap berjuang demi menjungjung kebenaran.

2. Beri Hikmah selagi masih Kanak Kanak

Semenjak kecil (golden age) ajarilah anak dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dengan serius bukan hanya bermain. Seperti halnya anak-anak palestina yang dididik dengan keras untuk menghapal al-Quran. Inilah yang menjadi katakutan bangsa Yahudi, dan menjadi target pembunuhan dalam setiap serangannya di Palestina.

3. Lemah lembut dan kasih sayang

Ajarilah anak sejak kecil kasih sayang jangan dengan kemarahan dan kebencian. Karena hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan jiwa (emosi) di kemudian kelak.

4. Jiwa yang bersih dan bertaqwa, Berbakti kepada orang tua, Tidak Sombong dan Durhaka

5. Ajarilah anak-anak agar memiliki jiwa yang bersih, bertaqwa kepada Allah dan Rasulnya, berbakti kepada kedua orang tua dan tidak sombong dan durhaka kepada sesama dan lingkungannya.mulailah mengenalkan anak2 dengan CINTA kepada ALLAH,CINTA kepada diri sendiri..sehingga bisa memberikan CINTA kepada sesama :)

Sumber: Ir. Muhammad Nur Kholiq MBA

DOA PAGI DAN SORE HARI IMAM HUSAIN BIN ALI BIN ABI THALIB

Dengan Asma Allah yang Mahakasih dan Mahasayang

Dengan nama Allah, dengan Allah, dari Allah,
Kepada Allah, di jalan Allah dan atas agama Rasulullah
Aku berserah diri pada Allah
Tiada kekuasaan dan kekuatan kecuali dengan
Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung

Ya Allah
Sesungguhnya aku menyerahkan diriku pada-Mu
Aku hadapkan wajahku ke hadapan-Mu
Aku serahkan urusanku pada-Mu
Kepada-Mu aku memohon ampun
dari seluruh kejahatan di dunia dan akhirat

Ya Allah
Sesungguhnya Engkaulah yang mencukupiku dari setiap orang
Tiada seorang pun yang mencukupi aku dari-Mu
Maka cukupilah aku dari semua orang
yang aku khawatirkan dan yang aku takuti
berikan keluasan dan jalan keluar dari semua urusanku

Sesungguhnya Engkau mengetahui,
sedangkan aku tidak mengetahui
Engkau yang berkuasa sedangkan aku tidak kuasa
Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu

Dengan kasih-Mu
Wahai Yang Terkasih dari segala yang mengasihi

SEDIKIT DARI-NYA ADALAH BANYAK, KEGERAMAN-NYA ADALAH LIMPAHAN, DAN PENOLAKAN-NYA ADALAH ANUGERAH

(Rahasia ibadah 23)
Syekh---Semoga Allah meridhai dan meridhakannya----
berujar : Terimalah kerendahan dan lekatilah dengan sungguh-sungguh hingga habis ketentuan-Nya, maka kau akan diangkat ke derajat yang lebih tinggi dan lebih berharga. Kau akan ditempatkan di dalamnya, dan terjaga dari kekerasan duniawi ini, Akhirat, kekejian, dan kesesatan. Kemudian kau akan dibawa kepada Zat yang mengenakkan matamu.

Ketahuilah bahwa bagianmu takkan lepas darimu dengan pengupayaanmu terhadapnya, sedangkan yang bukan bagianmu takkan kauraih walau kau berupaya keras. Maka dari itu, bersabarlah dan ridhalah dengan keadaanmu. Jangan mengambil atau memberikan sesuatu pun sebelum diperintahkan. Jangan bergerak atau diam semaumu, sebab jika kau berlaku begini, kau akan dijui dengan keadaan yang lebih buruk daripada keadaanmu. Sebab, dengan kekeliruan seperti itu kau berarti berbuat aniaya terhadap diri sendiri dan Allah mengetahui yang berbuat aniaya.

Allah berfirman : "Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai teman bagi sebagian yang lain disebabkan oleh yang mereka upayakan." (QS Al An'am [6] : 129) Sebab kau berada di rumah Raja, yang perintah-Nya berdaulat, yang Mahakuat, yang tentara-Nya amat besar, yang kehendak-Nya berdaulat, yang aturan-Nya sempurna, yang kerajaan-Nya abadi, yang kedaulatan-Nya menyeluruh, yang pengetahun-Nya tinggi, yang kebijakan-Nya dalam, yang Mahaadil, yang dari-Nya tak zarah pun tersembunyi baik di bumi maupun di langit, dan tak kezaliman para zalim pun tersembunyi dari-Nya.

Berupayalah sekuat daya untuk senantiasa tak menyekutukan Allah. Jangan mendekati dosa ini dan jauhilah ia dalam segala gerak dan diammu siang dan malam, baik sendirian maupun bersama. Waspadalah terhadap segala bentuk dosa dalam anggota tubuhmu dan dalam hatimu. Hindarilah dosa yang tampak ataupun tersembunyi. Jangan menjauh dari Allah, sebab Ia akan menjangkaumu. Jangan bersitegang dengan-Nya atas takdir-Nya, sebab ia akan melumatkanmu; jangan salahkan aturan-Nya, agar kau tak dihinakan-Nya; jangan melupakan-Nya agar kau tak dilupakan-Nya dan tak mengalami kesulitan; jangan mereka-reka di dalam rumah-Nya agar kau tak dibinasakan-Nya; jangan memperkatakan tentang agama-Nya dengan hawa nafsu agar kau tak binasa, agar hatimu tak gelap, agar iman dan pengetahuanmu tak tercabut darimu, agar kau tak dikuasai oleh kekejianmu, hewanimu, hawa nafsumu, keluargamu, tetanggamu, sahabatmu, ciptaan termasuk kalajengking, ular serta jin rumahmu dan makhluk-makhluk melata lainnya, sehingga dengan demikian hidupmu di dunia ini akan gelap dan kau kan disiksa di Akhirat terus-menerus.

KEPASRAHAN ADALAH HARAPAN KOTOR SETAN

(Rahasia Ibadah 21)
Syekh---Semoga Allah meridhai dan meridhakannya---
berujar: Aku bermimpi melihat iblis yang terkutuk. Kala itu aku bersama serombongan besar orang, maka aku pun ingin sekali membunuhnya. Tiba-tiba ia Berkata kepadaku, "Mengapa kamu hendak membunuhku? Memangnya apa dosaku? Jika memang Takdir telah menggariskan keburukan, maka aku tidak akan kuasa mengubah dan memindahnya menjadi kebaikan. Pun jika Takdir menentukan kebaikan, maka aku tidak akan kuasa mengubahnya menjadi keburukan. Lalu apa dayaku?"

Rupa Iblis itu persis seorang kasim. tutur katanya lembut. Wajahnya kerucut. Dagunya berjenggot lebar. Raut mukanya hina. Dan buruk fisik.

Kemudian ia tersenyum di depanku dengan senyum malu dan gentar.

(12 Zulhijjah 516 H, malam Ahad)

DALAM COBAAN TERKANDUNG KEBANGKITAN RUH DAN KESADARAN MATA HATI

(Rahasia ibadah 3)
Syekh---semoga Allah meridhai dan meridhkannya---
berujar: Jika seorang hamba ditimpa cobaan, pertama-tama cobalah ia atasi sendiri dengan usaha diri. Jika masih belum lepas, cobalah ia cari pertolongan kepada makhluk sesamanya, seperti para raja (penguasa, pejabat, bangsawan, hartawan, atau dokter ahli dalam bidang perih luka dan sakit. Jika belum sembuh juga, barulah ia coba kembali kepada Tuhannya 'Azza wa Jalla dengan doa dan simpuh kerendahan hati (tangis). Selama ia masih bisa menemukan solusi pada dirinya sendiri, maka jangan lari pada sesamanya. Dan selama ia temukan solusi pertolongan pada makhluk sesamanya, tidak perlu ia rujuk pada Sang Khaliq Penciptanya 'Azza wa Jalla. Baru ketika tak ia temukan lagi solusi pertolongan pada makhluk, maka lemparkan diri bersimpuh di hadapan-Nya sambil terus-menerus memohon, bersimpuh, berdoa, menangis dan memelas dengan harap-harap cemas, takut bercampur harap kepada-Nya. Sang Pencipta 'Azza wa Jalla akan membiarkan ia letih dalam berdoa dan tidak akan mengabulkannya sampai ia memutuskan kaitan diri dengan sarana-sarana (duniawi). Ketika itulah Takdir berjalan di dalam dirinya dan Tindakan (Allah) pun berlaku pada dirinya. Si hamba pun lebur binasa dari segala sarana dan gerak, tinggallah ketika itu ruhnya semata.

Jika sudah demikian halnya, tak ia lihat lagi apa-apa selain sebagai manifestasi tindakan al-Haqq 'Azza wa Jalla. Praktis, jadilah ia orang yang penuh keyakinan dan manunggal. Ia yakin bahwa sejatinya tidak ada pelaku (yang bertindak dan bergerak) kecuali hanya Allah 'Azza wa Jalla. Tidak ada penggerak dan pendiam kecuali hanya Allah. Juga tidak ada kebaikan dan keburukan, manfaat dan mudharat, keterbukaan dan ketertutupan, kehidupan dan kematian, kehormatan dan kenistaan, kekayaan dan kemiskinan kecuali telah diatur oleh tangan Kuasa Allah 'Azza wa Jalla.

Jadilah ia ketika itu dihadapan kuasa Takdir ibarat bayi di tangan perawat, mayat di tangan pemandinya, bola di lengkung tongkat penunggang kuda; membolak-balik, berubah, berganti, dan menjadi; tanpa daya penggerak di dalam dirinya maupun selainnya. Ia hilang dari dirinya dan melebur dalam Tindakan Junjungan-Nya. Tak ia lihat apa-apa lagi selain Sang Mawla dan Tindakan-Nya, juga tak mendengar dan berpikir tentang selain-Nya.

Jika melihat, maka karena perbuatan-Nyalah ia melihat. Jika ia mendengar dan mengetahui, maka karena Kalam-Nyalah ia mendengar dan dengan Ilmu-Nyalah ia mengetahui. Dengan nikmat-Nya ia terkaruniai dan dengan Kedekatan-Nya ia terbahagiakan. Melalui kedekatan dengan-Nya ia berhias dan mulia.Hanya dengan janji-Nya ia lega dan senang. Hanya dengan-Nya ia bisa merasakan ketenangan. Dengan firman-Nya ia merasa intim, dan dengan selain-Nya ia merasa muak dan mangkir. Dengan berdzikir menyebut-Nya ia mencari perlindungan dan bersimpuh mendekat. Hanya dengan-Nya ia percaya diri. Kepada-Nya ia serahkan diri. Dengan cahaya makrifat-Nya ia boleh beroleh petunjuk dan berbaju. Tentang keanehan-keanehan Ilmu-Nya ia menelaah, dan tentang rahasia-rahasia Qudrah-Nya ia mengawasi.

Dari-Nya 'Azza wa Jalla ia mendengar dan tersadar. Kemudian pada semua itu ia memuji dan memuja, sekaligus bersyukur dan berdoa.

Selasa, 26 Januari 2010

PESAN RASUL KEPADA ORANG YANG HAMPIR DICABUT NYAWANYA

Suatu ketika datang kepada Rasulullah malaikat pencabut nyawa (izrail) dalam rupa seorang laki-laki. Malaikat itu duduk bersama Rasul dan menyampaikan sesuatu. Kemudian datanglah seorang sahabat kepada Rasulullah, lantas malaikat itu izin pamit dan meninggalkannya. Bertanya sahabat, Ya Rasul siapakah gerangan orang itu?. Rasul menjawab, orang itu ialah malaikat pencabut nyawa (izrail), dia datang kepadaku memberitahukan bahwa engkau sebentar lagi akan mati dan aku akan mensholatkanmu. Lalu sahabat itu bertanya, “Berikanlah kepadaku pesan terakhir yang akan menyempurnakan kehidupanku”. Rasul pun menjawab, “Kalau ada majlis ilmu, maka dengarkanlah”.

Penggalan kisah di atas menggambarkan pentingnya kedudukan mencari ilmu dalam pandangan islam. Pesan terakhir nabi bagi orang yang akan dicabut nyawanya adalah mencari ilmu. Bukan mengerjakan shalat zakat atau amalan ibadah lainnya.

Mencari ilmu wajib hukumnya bagi setiap orang, sama halnya dengan kewajiban menjalankan ibadah sholat, puasa, dan zakat. Nabi dalam hadits lain bersabda, “Tuntutlah ilmu dari semenjak dilahirkan sampai masuk liang lahat”. Dalam al-Quran, Allah SWT mengajarkan sebuah do’a, “Robbi Jidnii ilmaa”, Ya Robb tambahlah ilmu. Kita jangan pernah merasa sudah banyak ilmu, namun sebaliknya carilah terus ilmu sampai akhir hayat menjemput kita.

Lebih lanjut nabi mengatakan bahwa keutamaan orang yang mencari ilmu, akan dinaungi oleh sayap-sayap malaikat, artinya ia dilindungi dan dirahmati Allah SWT.

Dalam kenyataaannya, banyak sekali kendala saat kita mencari ilmu. Kendala utama biasanya rasa malas. Kita tidak sabar untuk memperoleh hasil yang instant dari ilmu yang dipelajari. Padahal perlu kita sadari, adakalanya ilmu itu baru memberi manfaat di kemudian hari, mungkin 1 tahun, 2 tahun atau lebih dari itu.Seperti halnya penemuan-penemuan listrik, telepon dan lain-lain bisa dinikmati dari dulu sampai sekarang.
Jika kita menelaah lebih lanjut QS Al-Baqarah 31:

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”

Kita ini memiliki ilmu karena Allah SWT yang pertama kali mengajarkan kepada adam tentang nama-nama benda. Karena itu kedudukan manusia lebih sempurna dibandingkan malaikat dan makhluk lainnya.

Dalam ayat lain Allah menyatakan, bahwa Allah-lah yang mengeluarkan manusia dari perut ibunya, dan manusia tidak mengetahui apa-apa saat dilahirkan. Lalu Allah SWT memberikan pendengaran dan penglihatan agar manusia berpikir & bersyukur.

Semakin banyak kita mendengar, melihat, dan berfikir dengan menggunakan panca indera, maka semakin banyak ilmu yang akan kita peroleh. Untuk itu, mari kita mencintai ilmu, karena pesan Rasul kepada yang mau meninggal saja, mencari ilmu.

Orang yang memiliki ilmu dan diamalkan, selain akan manfaat bagi sendiri juga bagi orang disekitar. Dalam hadist lain nabi bersabda, tiga amalan yang tidak putus walau seorang anak adam meninggal dunia yaitu, Shodaqoh zariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.

sumber: Drs. Aseph Aonuddin MSc, dan Syeikh Sulaiman.

Jumat, 01 Januari 2010

Melacak Asal-Usul Kata “Sufi”

Keberadaan kata “sufi” atau “tasawuf” memang cukup aneh. Kata ini menjadi kata kunci dari arus besar gerakan religius yang mendunia. Tapi, tak ada yang bisa memastikan dari mana kata-kata itu muncul, siapa pula pencetusnya?
Kata “sufi” ataupun “tasawuf” tidak pernah ada dalam kamus Hadis, dan tidak pernah muncul pada masa Sahabat Rasulullah Sallâllahu'alaihiwasallam Ada yang menengarai bahwa istilah “sufi” mulai masyhur dipakai pada abad kedua Hijriah. Ada pula yang menengarai pada abad ketiga. Yang jelas, sebelum menjadi istilah yang masyhur itu, kata “sufi” ini telah mengalami serangkaian proses yang mungkin sangat panjang. Tokoh pertama bergelar “sufi” yang dikenal oleh sejarah adalah Abu Hasyim ash-Shufi (w. 150 H). Ia adalah tokoh zuhud di Baghdad yang dikagumi oleh banyak ulama, di antaranya Abu Sufyan ats-Tsauri.
Sebelum Abu Hasyim, kemungkinan besar kata “sufi” sudah mulai banyak dipakai. Ibnu Hajar al-Haitami menyebutkan bahwa Imam Hasan al-Bashri (w. 110 H) pernah bercerita, “Aku melihat seorang sufi di tempat tawaf. Akhirnya, aku beri dia sesuatu, tapi ia berkata: Aku punya empat danîq (danîq=1/6 dirham) yang cukup untuk kebutuhanku.”
Mengenai latar belakang kemunculan istilah “sufi” itu di tengah-tengah umat Islam, Imam al-Qusyairi memberikan sebuah analisis yang setidaknya bisa memberikan sedikit gambaran mengenai asal muasal kata-kata ini. Kata “sufi” menurutnya muncul sebagai kelanjutan dari istilah “Sahabat”, “Tabiin” dan “Tabiut-Tabiin”.
Setelah Rasulullah Sallallâhu'alaihiwasallam wafat, maka gelar paling mulia yang disematkan kepada sebuah generasi adalah “Sahabat”. Kemudian, orang-orang yang menututi mereka disebut “Tabiin”, dan generasi berikutnya disebut “Tabiut-Tabiin”. Setelah itu, orang-orang yang tekun dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ajaran agama disebut dengan julukan “az-Zuhhâd” (kelompok ahli zuhud) atau “al-‘Ubbâd” (kelompok ahli ibadah).
Pada fase ini, kata Imam al-Qusyairi, banyak klaim terhadap gelar az-Zuhhâd dan al-‘Ubbâd. Aliran-aliran sesat mengklaim bahwa merekalah az-Zuhhâd dan al-‘Ubbâd. Hal ini kemudian mengilhami orang-orang zuhud dari kalangan Ahlusunah untuk membuat istilah tersendiri, yaitu tasawuf atau sufi.
Pemetaan yang dilakukan oleh Imam al-Qusyairi tentang fase kelahiran istilah “sufi” ini bisa menjadi salah satu peta penunjuk untuk mengungkap misteri kelahiran tasawuf, sebab beliau merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan ilmu tasawuf. Namun demikian, pendapat beliau itu belum bisa menjadi kesimpulan yang final, karena bila digabung dengan riwayat mengenai penggunaan kata “sufi” oleh Hasan al-Bashri dan gelar sufi yang disematkan kepada Abu Hasyim, maka masih ada kerancuan mengenai pemetaan periodenya. Sebab, awal abad kedua yang ditengarai sebagai kelahiran istilah “sufi” itu masih merupakan masa perpindahan dari masa Tabiin ke Tabiut-Tabiin. Hasan al-Bashri termasuk generasi Tabiin, karena konon beliau pernah bertemu Sayidina Ali bin Abi Thalib Sallâllahu'alaihiwasallam.
Jika mengikuti kronologi yang disampaikan oleh Imam al-Qusyairi ini, berarti tasawuf, secara historik setali tiga uang dengan zuhud. Sufi merupakan istilah khusus yang dilahirkan oleh ulama-ulama Ahlusunah untuk menyebut kelompok zuhud. Tasawuf hanyalah istilah baru untuk sesuatu yang sudah lama. Inti dari tasawuf adalah ajaran untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Sallâllahu'alaihiwasallam dan dipraktikkan dengan sungguh-sungguh oleh para Sahabat, khususnya kalangan Ahlus-Shuffah.
Kesimpulan bahwa inti dari amalan tasawuf telah dipraktekkan pada masa Rasulullah Sallâllahu'alaihiwasallam dan para Sahabat, hal itu hampir menjadi kesepakatan di antara para penulis tentang dunia tasawuf. Ada banyak Sahabat yang mengilhami kalangan sufi, misalnya Khulafaur Rasyidin, Shuhaib bin Sinan, Abu Dzar al-Ghifari, Abud Darda’ dan lain sebagainya.
Namun demikian, masih ada kelompok-kelompok tertentu yang menganggap tasawuf sebagai ajaran baru yang mengada-ada atau bidah yang tercela. Kelompok yang sinis terhadap tasawuf, umumnya berasal dari kalangan Wahabi dan yang sepaham. Ada di antara mereka yang menganggap bahwa benih tasawuf lahir di Kufah melalui kelompok at-Tawwabin atau al-Bakka’in, yakni orang-orang Syiah yang meratapi kematian al-Husain di Karbala dan menampakkan penyesalan yang mendalam terhadap diri mereka karena tidak mampu membela cucu Rasulullah itu dari keganasan pasukan Ibnu Ziyad.
Di antara argumentasi kelompok Wahabi yang menyatakan bahwa tasawuf lahir dari Syiah adalah pernyataan Ibnu an-Nadim dalam al-Fihrisat bahwa Jabir bin Hayyan (w. 208) yang dikenal dengan gelar “ash-Shufi” diklaim oleh orang-orang Syiah dan filsuf sebagai salah satu tokoh penting mereka.
Tuduhan bahwa sufi lahir dari rahim Syiah semacam di atas merupakan tuduhan yang lemah dari segi argumentasi. Sebab, Ibnu an-Nadim tidak pernah menyatakan bahwa Jabir bin Hayyan adalah orang pertama yang bergelar “sufi” apalagi sebagai pencetus istilah sufi. Sementara, pernyataan mereka bahwa tasawuf lahir di Kufah dari benih kelompok at-Tawwabin justru bertentangan dengan pernyataan Ibnu Taimiyah, ulama yang menjadi idola mereka. Ibnu Taimiyah dalam Majmû’ul-Fatâwâ menyatakan bahwa tasawuf pertama kali muncul di Basrah.
Ihsan Ilahi Zhahir, tokoh Wahabi di Lahore, Pakistan, yang sangat benci terhadap tasawuf, dalam bukunya, at-Tashawwuf: al-Mansya’ wal-Mashâdir banyak menyebutkan pengaruh timbal balik antara Syiah dan tasawuf—menurut asumsinya. Bahkan, dengan tanpa risih ia mendukung pernyataan orang-orang orientalis Barat bahwa paham tasawuf lahir dari ramuan paham keagamaan Yahudi, Majusi, Nasrani, Budha, Hindu dan filsafat Yunani.
Dalam bukunya itu, secara tersirat, Zhahir juga menyatakan bahwa keputusan Ibrahim bin Adham meninggalkan istana untuk menempuh pengembaraan tasawufnya terpengaruh oleh apa yang dilakukan oleh Budha. Menyatakan bahwa Ibrahim bin Adham terpengaruh oleh Budha karena sama-sama meninggalkan istana, sama halnya dengan menyatakan bahwa Islam terpengaruh oleh filsafat Aristoteles karena sama-sama menyatakan bahwa tuhan itu satu.
Dalam hal ini, kalangan Wahabi rupanya banyak meniru cara pandang orientalis dalam mengamati dan menilai tasawuf. Hanya karena adanya satu titik kesamaan dari seribu titik yang berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lain, mereka sudah berani menyim-pulkan bahwa kelompok yang satu terpengaruh atau terlahir dari kelompok yang lain, tanpa dilandasi oleh data-data sejarah sedikitpun. Ini tentu merupakan kesalahan berpikir yang parah

(from sidogiri.net)