Laman

Assalamu Alaikum.....
Google

Qur'an Random

Selasa, 16 Februari 2010

'UJUB LEBIH BERDOSA DIBANDING MAKSIAT

"Dan di hari perang Hunain, ketika kalian bangga oleh jumlah besarmu, dan kalian tidak sama sekali bisa berbuat apa-apa." (At-Taubah 25).

Yaitu orang-orang yang sesat perjalanan hidupnya di dunia, sedang mereka merasa perbuatannya adalah tindakan terbaik....."(Al-Kahfi 104)

Bangga diri, menepuk dada, merasa lebih dari yang lain telah menyeret diri kita pada kesombongan. Karakter yang tiba-tiba melesat jauh dari fitrah kita, dan menghapus jati diri kita pada kesombongan. Karakter yang tiba-tiba melesat jauh dari fitrah kita, dan menghapus jatidiri sesungguhnya sebagai manusia. Sosok makhluk yang dekat dengan Allah, bernama Azazil, hanya karena kekaguman pada amalnya, merasa lebih pada bahan baku ciptaannya, lalu dengan sombongnya menolak perintah Allah untuk sujud pada Adam as, tiba-tiba dirinya telah berubah menjadi Iblis.

Ketakjuban diri, ternyata melemparkan diri kita dari keikhlasan sejati. Ketakjuban yang mungkin kita anggap sebagai tameng harga diri, ternyata telah berubah menjadi hijab atau tirai yang menghalangi kita dengan kemuliaan Allah. Karena itu kita waspadai sepenuhnya, instrument-instrument yang sangat rawan menyebabkan kita bisa takjub diri:

Yang berhubungan dengan keagamaan:
-- Prestasi amal ibadah yang kita bangga-banggakan
-- Ilmu pengetahuan agama dan kemampuan menyampaikannya
-- Pengalaman spiritual yang lebih dari orang lain
-- kedudukan sosial keagamaan yang lebih dari rata-rata publik ummat,
-- Simbol sosial yang berhubungan dengan kedudukan keagamaan seperti gelar Ustadz, Kiai, Ulama, Gus, Ajengan, Buya, Pak Haji dll.
-- Pemimpin agama, seperti Rois, Aminul 'Am, Al-Imam, dsb.
-- Dukungan dan ketundukan orang lain karena kemampuan luar biasa

Yang berhubungan dengan Dunia:

-- Kedudukan sosial politik
-- Kekayaan materi
-- Bentuk fisik yang lebih gagah, ganteng, cantik ketimbang yang lain
-- Selebritis
-- Kemampuan intelektual
Kemudahan-kemudahan dalam urusan dunia
-- Jabatan karir
-- Anak-anak dan keluarga yang hebat
-- Nasab atau keturunan
-- Prestasi kerja
-- Dukungan massa besar
-- Popularitas dan Nama besar

Seluruh kehebatan di atas, manakala menimbulkan rasa bangga diri, kagum diri, sesungguhnya tidak lebih dari istidroj (kelihatannya mulia, namun sesungguhnya bencana), NA'UDZUBILLAH MINDZAALIK.

Pemuasan-pemuasan nafsu, apakah dibalik ibadah keagamaan atau pun dibalik prestasi duniawi, tidak lebih dari aktivitas penumpukan sampah dari jati diri kita. Kenapa Allah menolak mentah-mentah orang yang takjub pada dirinya sendiri? Karena orang tersebut telah mengintervensi Jubah-jubah Tuhan untuk dipakai.

Sebab yang berhak dipuji hakikatnya hanyalah Allah Ta'ala, bahkan ketika ada orang memuji kita, lalu kita ucapkan "Alhamdulillah...."
Kenyataannya lebih besar rasa senang dan kagum kita pada diri sendiri, dibandingkan dengan penghayatan bahwa yang berhak dipuji itu hanyalah Allah.

Untuk memerangi rasa Ta'jub diri ini, mesti kita lihat dampak buruknya:
-- Ketakjuban diri sebagai gerbang kesombongan-- Ketakjuban diri sebagai wujud dari alpa diri kepada Allah
-- Ketakjuban diri menimbulkan porakporandanya tatanan hati
-- Ketakjuban diri menutup perjalanan ruhani
-- Ketakjuban diri memanjakan nafsu kita
-- Ketakjuban diri melempar kita dari ikhlas, tawakkal dan ridha
-- Ketakjuban diri mendegradasi derajat luhur para hamba Allah
-- Ketakjuban diri adalah kegelapan diri
-- Ketakjuban diri adalah bentuk azab atau siksaan di dunia
-- Ketakjuban diri didukung oleh massa besar syetan

Mari kita renungi:

-- Bahan baku kita yang hina
-- Sifat asli kita yang faqir, hina, lemah, dan tak berdaya
-- Kemampuan ibadah kita hanyalah semata anugerah Allah bukan ciptaan kita
-- Manusia tempatnya salah, lupa, alpa, dosa, dan gelap
-- Ada kehidupan yang hakiki di akhirat nanti, bukan di dunia semu ini
-- Manusia berkehendak, Allah berkehendak, dan yang berlaku adalah Kehendak Allah
-- Tidak ada kisah atau sejarah manusia yang takjub dirinya menjadi manusia mulia

Mari kita perangi dengan:
-- Tegas pada diri sendiri, keberanian melawan hasrat-hasrat takjub diri
-- Menyadari bahwa kita hanyalah hamba Allah, bukan hamba diri sendiri, juga bukan hamba berhala yang banyak bercokol di hati
-- Rasa yaqin kepada Allah tanpa disertai rasa takut, khawatir dan gelisah
-- Satu-satunya yang mempengaruhi hatimu adalah Allah, bukan imajinasimu, sahabatmu, atau fenomena sosial dan kehidupan
-- Memposisikan Allah dan Rasul sebagai prioritas utama dalam segala hal


(Sumber : Cahaya Sufi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar