Laman

Assalamu Alaikum.....
Google

Qur'an Random

Sabtu, 14 Desember 2013

Kamis, 19 September 2013

Hikmah Kisah Hasan al-Bashri Melihat Orang Pacaran



Suatu hari di tepi sungai Dajlah, Hasan al-Basri melihat seorang pemuda duduk berdua-duaan dengan seorang perempuan. Di sisi mereka terletak sebotol arak. Kemudian Hasan berbisik dalam hati, “Alangkah buruk akhlak orang itu dan alangkah baiknya kalau dia seperti aku!”

Tiba-tiba Hasan melihat sebuah perahu di tepi sungai yang sedang tenggelam. Lelaki yang duduk di tepi sungai tadi segera terjun untuk menolong penumpang perahu yang hampir lemas karena karam. Enam dari tujuh penumpang itu berhasil diselamatkan.

Kemudian dia berpaling ke arah Hasan al-Basri dan berkata, “Jika engkau memang lebih mulia daripada saya, maka dengan nama Allah, selamatkan seorang lagi yang belum sempat saya tolong. Engkau diminta untuk menyelamatkan satu orang saja, sedang saya telah menyelamatkan enam orang.”

Bagaimanapun Hasan al-Basri gagal menyelamatkan yang seorang itu. Maka lelaki itu bertanya padanya. “Tuan, sebenarnya perempuan yang duduk di samping saya ini adalah ibu saya sendiri, sedangkan botol itu hanya berisi air biasa, bukan anggur atau arak.”

Hasan al-Basri tertegun lalu berkata, “Kalau begitu, sebagaimana engkau telah menyelamatkan enam orang tadi dari bahaya tenggelam ke dalam sungai, maka selamatkanlah saya dari tenggelam dalam kebanggaan dan kesombongan.”

Lelaki  itu menjawab, “Mudah-mudahan Allah mengabulkan permohonan tuan.”

Semenjak itu, Hasan al-Basri semakin dan selalu merendahkan hati bahkan ia menganggap dirinya sebagai makhluk yang tidak lebih daripada orang lain.

Yusuf Suharto
(Dikutip dengan beberapa penyesuaian dari "Hikmah dari Timur" karya Idries Shah)

Sayangi Binatang, Niscaya akan Disayang Allah


Tentu kita geram bila ada kucing atau binatang lain memakan makanan kesukaan kita tanpa sepengatahuan. Bahkan, karena ulahnya itu terkadang kita lepas kontrol. Memukulnya habis-habisan. Padahal, jika kita mau berfikir sejenak, kita akan menyadari bahwa tindakan yang sedemikian itu salah. Binatang seperti kucing tidak akan memakan makanan seseorang kecuali pemiliknya lalai, tidak menjaganya atau tidak menaruh pada tempat yang aman.

Sebagai seorang Muslim, kita dilarang berbuat semena-mena terhadap binatang, apalagi menyiksanya. Sebagai agama yang tinggi dan luhur, Islam mengajarkan kepada umatnya berbuat baik bukan hanya kepada sesama manusia, tapi juga kepada binatang. Bahkan binatang yang najis sekalipun, semisal anjing. Sebab, pada hakikatnya segala makhluk di dunia ini seperti binatang dan lainnya senantiasa bertasbih (memuji) Allah SWT. (17/44).
Berikut akan dijelaskan adab-adab terhadap binatang.


Memberi Makan dan Minum

Sama seperti halnya manusia binatang juga butuh makan dan minum. Binatang juga merasakan lapar, haus. Untuk itu kita diharuskan memeliharanya dengan memberinya makan dan minum. Kita dilarang membiarkannya kelaparan atau kehausan, karena perbuatan ini dapat menjerumuskan pelakunya pada api neraka. Rasulullah Saw pernah menceritakan ada seorang perempuan disiksa karena seekor kucing dikurungnya sampai mati.


Menyayangi

Menyangi dan mengasihi hewan sangat dianjurkan oleh agama. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis, orang yang menyayangi siapa saja, termasuk binatang, akan disayangi oleh siapa saja yang di langit. Beliau sendiri sangat menyangi terhadap binatang. Terbukti, beliau memilih memotong lengan jubbahnya yang ditiduri kucing, dari pada membangunkan dan mengusirnya.
 

Tidak Mendzalimi

Zalim adalah perbuatan yang dilarang agama. Kepada siapa saja kita tidak diperbolehkan berbuat zalim, termasuk terhadap hewan. Misalnya, membebaninya dengan pekerjaan-pekerjaan yang di luar kemampuannya. Allah mengaruniaikan binatang untuk kita pelihara dan kita gunakan dengan baik. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, "Takutlah kepada Allah dalam (memelihara) binatang-binatang yang tak dapat bicara ini. Tunggangilah mereka dengan baik, dan berilah makan dengan baik pula."

Termasuk tidak menzalimi hewan adalah tidak memberi cap dengan besi yang dipanaskan pada wajah binatang, karena hal ini Allah akan melaknat terhadap orang yang melakukannya.(HR Muslim)


Menyembelih dengan Menyenangkan

Jika kita ingin menyembelih atau membunuhnya, hendaknya kita melakukannya dengan baik, karena Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala hal. Oleh karena itu, jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Hendaklah salah seorang dan kalian menenangkan hewan yang akan disembelihnya, dan menajamkan pisaunya, (Diriwayatkan Muslim, At Tirmidzi, An-Nasai, Abu Daud, dan Ahmad).


Menunaikan Hak Allah

Orang yang sibuk mengurus hewan peliharaannya hendaknya tidak melalaikan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah SWT. Seperti mengeluarkan zakat hewan yang wajib dizakati, tidak meninggalkan salat dan sebagainya.

Mungkin hanya ini yang penulis bisa jelaskan. Masih banyak penjelasan lain yang berkaitan dengan etika terhadap binatang. Misalnya tidak mengadu binatang, tidak membunuhnya dengan cara membakar, dan lainnya.

Termasuk menyayangi binatang adalah tidak memisahkan seekor anak binatang yang masih belum cukup umur dari induknya. Dari Abdurrahman bin Abdillah dari ayahnya menceritakan; Kami menyertai Rasulullah SAW dalam suatu perlawatannya. Kemudian beliau pergi untuk memenuhi suatu kebutuhannya. Lalu kami melihat seekor burung berwarna merah dengan dua ekor anaknya. Kami lalu mengambil kedua anaknya itu. Tatkala induknya datang dia mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang menurun ke dataran menyiratkan kegelisahan dan kekecewaan. Ketika Nabi SAW datang, beliau bersabda: Siapa yang mengejutkan burung ini dengan mengambil anaknya? kembalikanlah anaknya kepadanya" (Hadist Imam Bukhari)

Oleh : M Husni Mubarok

Sabtu, 11 Agustus 2012

Shalawat Tarhim – Kumandang Shalawat Sebelum Adzan

Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral hudâ yâ khayra khalqillâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral haqqi yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ Man asrâ bikal muhayminu laylan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
Wa taqaddamta lish-shalâti fashallâ kulu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman wa sai’tan nidâ ‘alaykas salâm
Yâ karîmal akhlâq yâ Rasûlallâh
Shallallâhu ‘alayka wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în

Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu
dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha karena kemulianmu
dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu.
       

Dibawakan oleh Syaikh Mahmud Al Husairi dari Mesir (juara MTQ internasional tahun 1960-an)
Sholawat tarhim ini pertama kali berkumandang di Indonesia melalui radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat) surabaya tahun 1968


As-Sunnah adalah Dasar Hukum Islam yang Tidak Boleh Ditinggalkan

As-Sunnah di sini adalah setiap ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang sering disebut dengan hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
        Belakangan banyak bermunculan pihak-pihak yang berani menyatakan bahwa hewan buas tidak haram, dengan alasan bahwa yang diharamkan dalam Al-Qur`an hanya 4 macam saja, yaitu sebagaimana dalam surat Al-An’am: 145, “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.”
        Adapun selainnya maka berarti halal. Bahkan muncul pihak-pihak yang dengan tegas mengatakan bahwa anjing halal untuk dimakan. Tentu saja, alasan mereka adalah dalam rangka berpegang kepada teks ayat Al-Qur’an. Apabila ada makanan lain di luar 4 macam di atas yang dinyatakan haram juga, maka berarti menyalahi teks ayat di atas. Mereka adalah pihak-pihak yang mengklaim hanya berpegang kepada Al-Qur`an saja sebagai landasan satu-satunya dalam syari’at ini. Adapun As-Sunnah menurut mereka bukan landasan hukum syari’at. Atau setidaknya, jika ada hadits “bertentangan” dengan Al-Qur’an, maka hadits tersebut harus gugur.
        Hal ini mengingatkan kita akan berita yang pernah disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: Dari sahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallaahu ‘anhu dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur`an) dan yang semisalnya (yakni As-Sunnah/Al-Hadits) bersamanya. Ketahuilah hampir tiba masanya seorang pria yang kenyang di atas singgasananya. Dia berkata: ‘Wajib atas kalian berpegang dengan Al-Qur`an ini (saja). Apa yang kalian dapatkan di dalamnya sesuatu yang halal, maka halalkanlah, dan apa yang kalian dapatkan di dalamnya sesuatu yang haram maka haramkanlah.’
        (Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda): “Ketahuilah, sesungguhnya tidak halal bagi kalian daging himar (keledai) jinak, tidak pula setiap hewan buas yang berkuku tajam, demikian pula barang temuan milik orang kafir mu’ahad.” (HR. Abu Dawud 4604)
        Dalam riwayat lain dengan lafazh:
“Padahal sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sama kedudukan dengan apa yang diharamkan oleh Allah.” (HR. at-Tirmidzi no. 2664, Ibnu Majah no. 12)
        Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaahu ta’ala berkata,  “Yakni apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sama kedudukannya dengan apa yang diharamkan dan dihalalkan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala.
        Dari sahabat al-’Irbadh bin Sariyah as-Sulami radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sungguh demi Allah, saya telah memberikan nasehat, saya telah menyampaikan perintah dan larangan tentang berbagai permasalahan, sesungguhnya (yang saya sampaikan itu) benar-benar sebanding dengan Al-Qur`an atau lebih banyak…” (HR. Abu Dawud no. 30350)
        Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa As-Sunnah juga sumber syari’at Islam di samping Al-Qur’an, tentunya dengan syarat As-Sunnah yang shahih atau hasan. Tidak ada satu hadits shahih pun yang maknanya bertentangan dengan ayat Al-Qur’an. As-Sunnah merupakan sumber hukum yang independen. Sebagaimana Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah, maka As-Sunnah juga merupakan wahyu dari Allah. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman, “Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Al-Kitab dan Al-Hikmah kepadamu.” (An-Nisa`: 113)
        Banyak ulama yang menjelaskan bahwa makna “Al-Hikmah” adalah As-Sunnah.
        Allah subhaanahu wa ta’ala menamakan sabda-sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai wahyu dalam firman-Nya, “Tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)
        Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr rahimahullaahuma berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda sambil mengisyaratkan jari beliau ke bibir beliau, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya tidaklah keluar darinya (yakni dari bibir beliau yang mulia) kecuali haq.” (HR. Abu Dawud no. 3646, Ahmad II/162)
        Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu juga meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidaklah aku bersabda kecuali kebenaran.” (HR. at-Tirmidzi no. 1990, Ahmad II/340)
        Al-Imam Hassan bin ‘Athiyyah rahimahullaahu ta’ala berkata, “Jibril turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa As-Sunnah, sebagaimana ia (Jibril) turun kepada beliau dengan membawa Al-Qur`an.” (HR. ad-Darimi no. 587. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaahu ta’ala berkata dalam Fathul Bari (XIII/291), “Sanadnya shahih.”)
Al-Qur’an Memerintahkan untuk Menaati dan Mengamalkan As-Sunnah sebagaimana Menaati dan Mengamalkan Al-Qur’an (Lihat dalil-dalilnya di Buletin Al Ilmu no. 19 dengan judul Jalan Menuju al-Jannah)
        Maka barang siapa berkeyakinan hanya mengamalkan Al-Qur’an saja dan tidak mau kepada As-Sunnah, maka sungguh dia telah mendustakan dan mengingkari Al-Qur’an itu sendiri. Jadi, tidak mungkin seseorang mengatakan mengikuti Al-Qur’an saja tanpa As-Sunnah, atau sebaliknya. Al-Qur’an dan As-Sunnah saling terkait dan tidak bisa lepas satu sama lain. Bahkan Allah ‘azza wa jalla mengancam orang-orang yang meninggalkan As-Sunnah. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman:
“Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; (namun) jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir.” (Ali ‘Imran: 32)
        Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaahu ta’ala menjelaskan, “Kemudian Allah berfirman memerintahkan kepada semua manusia, baik umum maupun khusus, (Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; (namun) jika kalian berpaling) yakni jika kalian menyelisihi perintah beliau (maka sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir”) menunjukkan bahwa menyelisihi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam thariqah (metode pemahaman dan aplikasi agama) adalah kekufuran. Allah tidak mencintai orang yang bersifat demikian – meskipun ia mengaku mencintai Allah dan senantiasa bertaqarrub kepada-Nya – sampai benar-benar mau mengikuti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
        Ketika mengamalkan As-Sunnah tidak perlu melihat terlebih dahulu apakah hukum tersebut ada dalam Al-Qur’an ataukah tidak. Karena selama As-Sunnah itu shahih, pasti selaras dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Pada suatu hari, al-Imam Sa’id bin Jubair menyampaikan hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba ada seseorang yang berkata: “Di dalam Kitabullah (Al-Qur`an) ada yang berbeda dengan hadits ini.’ Maka Al-Imam Sa’id bin Jubair berkata, “Tidakkah kau perhatikan bahwa aku menyampaikan hadits ini dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam namun engkau berani mempertentangkannya dengan Kitabullah?! Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih mengerti tentang Kitabullah daripada kamu!” (HR. ad-Darimi no. 589)
        Suatu hari, tatkala sahabat yang mulia ‘Imran bin Hushain radhiyallaahu ‘anhu menyampaikan hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seorang pria memprotes, “Berilah kami ayat-ayat Al-Qur`an saja!” Maka ‘Imran pun marah mendengarnya seraya mengatakan, “Sungguh kamu ini orang yang dungu/pandir! Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an perintah zakat, namun di manakah ketentuan pada tiap dua ratus dirham ada jatah lima dirham (yakni ketentuan 2,5%)? Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an perintah shalat, namun di manakah ketentuan Shalat Zhuhur atau ‘Ashr 4 rakaat? Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an perintah Thawaf, namun di manakah ketentuan thawaf di Ka’bah 7 kali dan Sa’i antara Shafa dan Marwah juga 7 kali?! Itulah hukum yang ditetapkan oleh Al-Qur’an, dan ditafsirkan (diterangkan) oleh As-Sunnah.” (lihat Ahadits fi Dzammil Kalam wa Ahlihi II/81)
        Hadits (As-Sunnah) yang shahih tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur’an. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling mengerti tentang Al-Qur’an dibandingkan siapapun. Tidak mungkin beliau bersabda tentang sesuatu yang bertentangan dengan firman Allah subhaanahu wa ta’ala. Sesungguhnya As-Sunnah berfungsi sebagai tafsir dan penjelas ayat-ayat Al-Qur’an. “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu (Muhammad) menerangkan pada umat manusia wahyu yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (Al-Nahl: 44)
        Perlu diketahui, terkadang As-Sunnah menyebutkan hukum tersendiri yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Contohnya, dalam Al-Qur’an diharamkan menikahi dua wanita bersaudara (kakak beradik) secara bersamaan, maka As-Sunnah menambahkan hukum baru, yaitu mengharamkan pula menikah wanita dan bibinya secara bersamaan. Demikian pula As-Sunnah menyebutkan hukum jatah warisan bagi nenek adalah seperenam, yang hukum ini tidak ada penyebutannya dalam Al-Qur’an. Maka itu semua wajib kita imani, kita terima, dan kita amalkan.
        Ada dua orang pria dari kalangan Khawarij datang kepada khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz v, dua orang ini termasuk yang mengingkari syariat hukum rajam bagi pelaku zina (yang sudah menikah), dan keharaman menikahi wanita bersama bibinya sekaligus, dengan alasan bahwa hukum tersebut tidak ada dalam Al-Qur’an. Maka ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz bertanya kepada mereka berdua, “Berapa kali Allah mewajibkan shalat kepada kalian?” Mereka berdua menjawab, “Shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Kemudian khalifah bertanya lagi tentang jumlah rakaatnya, yang kemudian dijawab oleh mereka, lalu Khalifah bertanya lagi tentang kadar dan nishab zakat, mereka pun menjawabnya.
        Lalu khalifah bertanya, “Apakah kalian berdua mendapatkan ketentuan hukum-hukum tersebut dalam Al-Qur’an? Dua orang tersebut menjawab, “Kami tidak mendapatinya  dalam Al-Qur’an.” Khalifah bertanya lagi, “Maka dari mana kalian mengetahui ketentuan hukumnya?” Kedunya menjawab, “Hal itu telah dipraktekkan oleh Rasulullah dan kaum muslimin.” Maka Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz lantas berkata, “Demikian pula ini (yakni hukum rajam bagi pelaku zina (yang sudah menikah), dan keharaman menikahi wanita bersama bibinya sekaligus juga dijelaskan dan diamalkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam) (lihat Al-Mughni VII/115)
        Terkecuali apabila haditsnya adalah hadits yang dha’if (lemah) atau mau’dhu’ (palsu), maka kita tidak boleh mengimani dan tidak boleh mengamalkannya.
        Adapun yang wajib diimani, diterima, dan diamalkan adalah hadits-hadits (As-Sunnah) yang shahih periwayatannya dari Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
        Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Ahmad Alfian hafizhahullaahu ta’ala

Adab Bertetangga

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk Jannah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Muslim no. 73)
Derajat Hadits
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya pada Kitabul Iman bab Penjelasan tentang dilarangnya mengganggu tetangga.
Kedudukan Tetangga
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, sesungguhnya jeleknya hubungan bertetangga merupakan salah satu tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan tegak hari kiamat hingga tampak perzinaan, perbuatan-perbuatan keji, pemutusan silaturahmi, dan jeleknya hubungan bertetangga.”(HR. Ahmad, al-Hakim, dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu).

Siapakah yang dimaksud dengan tetangga? Tetangga adalah orang yang terdekat dalam kehidupan, tidaklah seseorang keluar dari rumah melainkan dia melewati rumah tetangganya. Di saat dirinya membutuhkan bantuan baik moril maupun materiil, tetangga lah orang pertama yang dia ketuk pintunya. Bahkan di saat dia meninggal bukan kerabat jauh yang diharapkan mengurus dirinya, tetapi tetangga lah yang dengan tulus bersegera menyelenggarakan pengurusan jenazahnya.
Sehingga dengan begitu mulia dan besar kedudukan tetangga, Allah subhanahu wa ta’ala memasukkannya di dalam 10 hak yang harus dipenuhi oleh seorang hamba sebagaimana firman-Nya subhanahu wa ta’ala (artinya): “Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36)
Demikian pula hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menghasung kita untuk senantiasa memperhatikan hak-hak tetangga, di antaranya sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga sampai aku beranggapan bahwa tetangga akan mewarisi.”(HR. al-Bukhari no. 6014, dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan kesempurnaan keimanan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari akhir dengan sikap memuliakan tetangga, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tetangganya.” (HR. al-Bukhari no. 6019, dari sahabat Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu)
Batasan Tetangga
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Yang benar dalam permasalahan ini adalah bahwa tetangga itu semua yang teranggap sebagai tetangga secara adat kebiasaan di suatu tempat atau kondisi terkini, tidak dibatasi dengan jumlah atau batasan tertentu dalam syariat”(Fathu Dzil Jalali Wal Ikram syarh Bulughil Maram)

Makna Hadits
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, hadits di atas berisi ancaman tidak akan masuk Jannah bagi seorang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguannya. Mungkin ada yang bertanya, apa maksud dari “Tidak akan masuk Jannah…” pada hadits di atas? Al-Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa maknanya ada dua:
Yang pertama, bila meyakini halalnya perbuatan mengganggu tetangga dalam kondisi dia mengetahui larangannya, maka pelakunya tidak akan masuk Jannah selama-lamanya.
Yang kedua, tidak akan masuk pada awal kali dibukanya pintu Jannah, bahkan diakhirkan, kemudian dibalas setimpal dengan perbuatannya atau bisa jadi Allah memberikan ampunan baginya sehingga termasuk yang memasuki Jannah secara langsung tanpa disiksa terlebih dahulu. (Syarh Shahih Muslim 2/17)
Sehingga dipahami dari hadits ini bahwa perbuatan mengganggu tetangga masuk dalam kategori dosa besar yang pelakunya berada di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Kalau Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak maka akan diadzab terlebih dahulu atau jika Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak pula dia bisa diampuni, akan tetapi tidak mengeluarkan dia dari keislaman.
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala. Islam sangat memperhatikan adab dan aturan hidup bertetangga. Tidak ada adab atau aturan hidup bertetangga yang lebih sempurna dari apa yang terdapat dalam agama Islam. Dengan mengikuti adab atau aturan bertetangga ala Islam pasti akan terwujud lingkungan yang tenang, tidak ada gangguan, sejahtera, dan penuh kebahagiaan.
Di antara bentuk pengaturan Islam dalam kehidupan bertetangga adalah hak masing-masing tetangga sesuai dengan kedudukannya, sebagaimana berikut:
1. Tetangga muslim dan sekaligus saudara kerabatnya, maka dia mendapatkan tiga hak, yaitu hak seorang muslim, hak saudara, dan hak tetangga.
2. Tetangga muslim dan tidak mempunyai ikatan kekerabatan, maka dia mempunyai dua hak, yaitu hak muslim dan hak tetangga.
3. Tetangga non muslim, maka dia hanya mendapatkan satu hak, yaitu hak tetangga.
Mengenali Hak-hak Tetangga
Di  antara hak tetangga yang harus diperhatikan adalah:
1. Tidak mengganggunya dengan lisan dan anggota badan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya.”(HR. al-Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Suatu hari disampaikan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam seorang wanita yang dia sering berpuasa, bersedekah, banyak beribadah, shalat malam dan berbagai kebaikan yang lain, akan tetapi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Dia di neraka,” karena tetangganya tidak selamat dari gangguan lisannya. (HR. Ahmad dalam al-Musnad 2/440, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 119)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat dalil akan haramnya berbuat zalim kepada tetangga, baik dalam bentuk perkataan atau perbuatan. Di antara kezaliman dalam bentuk perkataan adalah memperdengarkan kepada tetangga suara yang mengganggu, seperti radio, televisi, atau suara lain yang mengganggu. Hal semacam ini sungguh tidak halal, meskipun yang diperdengarkan adalah bacaan Al-Qur`an, (selama itu) mengganggu tetangga berarti dia telah berbuat zalim. Maka tidak halal baginya untuk melakukannya. Adapun (kezaliman dalam bentuk) perbuatan, seperti membuang sampah di sekitar pintu tetangga, mempersempit pintu masuknya, atau perbuatan semisalnya yang merugikan tetangga. Termasuk dalam hal ini, jika seseorang memiliki pohon kurma atau pohon lain di sekitar tembok tetangga ketika dia menyirami, (airnya berlebih hingga) melampaui tetangganya. Ini pun sesungguhnya termasuk kezaliman yang tidak halal baginya.” (Syarh Riyadhis Shalihin, 2/178)
2. Mudah dalam memberikan bantuan, menziarahinya, menjenguknya di kala sakit, dan berbagai bentuk kebaikan walaupun hanya sekedar menampakkan wajah yang berseri-seri kepadanya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah engkau meremehkan sedikit pun dari kebaikan, walaupun sekedar menampakkan wajah yang berseri-seri ketika bertemu saudaramu.”(HR. Muslim no. 2626, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)
3. Memberikan hadiah, karena hal ini dapat menumbuhkan kecintaan. Rasulullah n bersabda:
“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan oleh al-Imam al-Albani rahimahullah dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Dalam riwayat yang lain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. al-Bukhari no. 2566 dan Muslim no. 2376, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah menyatakan bahwa hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas memberikan isyarat ditekankannya memberikan hadiah walaupun dengan sesuatu yang sedikit/kecil, dan ditekankannya menerima pemberian/hadiah walaupun sedikit/tidak berarti. (Fathul Bari 5/244, 245)
Hadiah dapat memberikan pengaruh secara maknawi, bukan materi semata. Sungguh yang namanya hadiah walaupun kecil/sedikit akan dapat menumbuhkan cinta dan menghilangkan kedengkian.
Penutup
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, menjalani kehidupan bertetangga dengan baik dan saling menunaikan hak masing-masing merupakan suatu kebahagiaan dan tanda kebaikan sebuah masyarakat. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara yang termasuk dari kebahagiaan: istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan ada empat perkara yang termasuk dari kesengsaraan; tetangga yang jelek, istri yang jahat (tidak shalihah), tunggangan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban, hadits ini dishahihkan asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam kitab beliau ash-Shahihul Musnad Mimma Laysa fish- Shahihain 1/277)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik kepada tetangganya.”(HR. at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi, dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma)
Demikianlah kajian tentang adab bertetangga, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya Rabbal ‘alamin.
Penulis: Al-Ustadz Abu Ahmad Kediri hafizhahullah

Time Line, Seorang Manusia

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

PERJALANAN HIDUP SEORANG MANUSIA

.
Jangan mengira memiliki semua kemewahan itu bisa membuat kita bahagia. Biasanya kemewahan itu hanyalah modal utama dari rasa keserakahan kita untuk memonopoli diri kita sendiri. SADARLAH!
Mungkin semua itu bukan yang terbaik untuk kita. Bisa saja kemewahan itu akan membuat kita lupa akan adanya Allah, akan adanya alam akhirat, akan adanya surga dan neraka, sehingga kita lalai akan kewajiban-kewajiban kita sebagai umat Nabi Muhammad saw.
Jangan pernah mengutuk diri sendiri jika kita terlahir sebagai seorang yang tidak berada. Sebab bisa jadi, yang sedikit itu mungkin bisa membawa kita pada keberkahan, membawa kita pada kebaikan, dan membawa kita pada ketenangan. Bisa jadi yang sedikit itu adalah amal untuk kita sebagai hamba yang selalu berucap syukur pada Allah swt di setiap keadaan. Insya Allah.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, Rasulullah bersabda kepada kami, sedang beliau adalah orang jujur dan terpercaya,
Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama empat puluh hari berupa nutfah (sperma) kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama waktu itu juga
kemudian menjadi mudghah (segumpal daging) selama waktu itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya dan mencatat empat perkara yang telah ditentukan yaitu rizki, ajal, amal perbuatan, dan sengsara atau bahagianya.
Maka demi Allah yang tiada Tuhan selainNya, sesungguhnya ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni surga, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan surga kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka ia pun masuk neraka.
Ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni neraka, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan penghuni surga, maka ia pun masuk surga” (HR. Bukhari dan Muslim)  
Yakinlah pada diri sendiri. Rizki, jodoh, dan kematian sudah ditentukan oleh Allah. Kita sebagai hambaNya hanya tinggal menjalani tanpa terlepas dari ikhtiar, do’a, dan tawakkal padaNya, sesuai dengan jalan hidup kita masing-masing.
|

Dari alam arwah hingga ke Surga/Neraka

Kehidupan manusia merupakan perjalanan panjang, penuh liku-liku, dan melalui tahap demi tahap. Bermula dari :
  • Alam Arwah,
  • Alam Rahim,
  • Alam Dunia,
  • Alam Barzakh,
  • Sampai pada alam akhirat yang berhujung pada tempat persinggahan terakhir bagi manusia, SURGA atau NERAKA.
Al-Qur’an diturunkan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw.  Al-Qur’an dan Sunnah telah menceritakan setiap tahap dari perjalanan panjang manusia itu. Berfungsi untuk memberikan pedoman bagi umat manusia tentang perjalanan (rihlah) tersebut.
Suatu rihlah panjang yang akan dilalui oleh setiap manusia, tanpa terkecuali. Manusia yang diciptakan Allah swt. dari tidak ada menjadi ada akan terus mengalami proses panjang sesuai rencana yang telah ditetapkan Allah swt.
Rasulullah saw. semakin mengokohkan tentang kisah rihlatul insan. Disebutkan dalam beberapa haditsnya.
Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang musafir” (HR Bukhari)
Dalam hadits lain:
Untuk apa dunia itu bagiku? Aku di dunia tidak lebih dari seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya” (HR At-Tirmidzi)
|

1. Alam Arwah

Manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan Allah swt. setelah sebelumnya Allah telah menciptakan makhluk lain seperti malaikat, jin, bumi, langit dan seisinya. Allah menciptakan manusia dengan dipersiapkan untuk menjadi makhluk yang paling sempurna. Karena, manusia diciptakan untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi dan memakmurkannya.
Persiapan pertama, Allah mengambil perjanjian dan kesaksian dari calon manusia, yaitu ruh-ruh manusia yang berada di alam arwah. Allah mengambil sumpah kepada mereka sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak- anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS.7 Al A’raf: 172)
Dengan kesaksian dan perjanjian ini maka seluruh manusia lahir ke dunia sudah memiliki nilai, yaitu nilai fitrah beriman kepada Allah dan agama yang lurus.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS.30 Ar-Ruum: 30)
Rasulullah saw. bersabda:
Setiap anak dilahirkan secara fitrah. Maka kedua orang tuannya yang menjadikan Yahudi atau Nashrani atau Majusi” (HR Bukhari)
|

2. Alam Rahim

Rihlah pertama yang akan dilalui manusia adalah kehidupan di alam rahim:
  • 40 hari berupa nutfah,
  • 40 hari berupa ‘alaqah (gumpalan darah), dan
  • 40 hari berupa mudghah (gumpalan daging),
  • kemudian ditiupkan ruh dan jadilah janin yang sempurna.
  • Setelah kurang lebih sembilan bulan, maka lahirlah manusia ke dunia.
Allah swt. berfirman:
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setitis mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan,
kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya.
Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (QS.5 Al-Hajj :5)
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya 40 hari nutfah, kemudian ‘alaqoh selama hari yang sama, kemudian mudghoh selama hari yang sama. Kemudian diutus baginya malaikat untuk meniupkan ruh dan ditetapkan 4 kalimat; ketetapan rezeki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagia.” (HR Bukhari dan Muslim)
Seluruh manusia di dunia apapun keadaan sosialnya diingatkan tentang awal kejadiannya yang berasal dari benda yang hina, yaitu sperma lelaki dan sel telur wanita.
Manusia sebelumnya belum dikenal, belum memiliki kemuliaan dan kehormatan. Lalu apakah manusia akan bangga, congkak, dan sombong dengan keadaan sosial yang dialami sekarang jika mereka mengetahui asal mereka?
Setelah mencapai 6 bulan sampai 9 bulan atau lebih, dan persyaratan untuk hidup normal sudah lengkap, seperti pancaindra, akal, dan hati, maka lahirlah manusia ke dunia. Belum mengenal apa-apa dan tidak memiliki apa-apa.
|

3. Alam Dunia

Di dunia perjalanan manusia melalui proses panjang.
  • Dari mulai bayi yang hanya minum susu ibu
  • Lalu tubuh menjadi kanak-kanak,
  • Remaja dan baligh.
  • Selanjutnya menjadi dewasa,
  • Tua dan
  • Diakhiri dengan meninggal dunia.
Proses ini tidak berjalan sama antara satu orang dengan yang lainnya. Kematian akan datang saat tiba-tiba saja untuk menjemput manusia dan tidak mengenal usia. Sebagian meninggal saat masih bayi, sebagian lagi saat masa kanak-kanak, sebahagian yang lain ketika sudah remaja dan dewasa, sebahagian lainnya ketika sudah tua.
Di dunia inilah manusia bersama dengan jin mendapat Taklif (tugas) dari Allah, yaitu ibadah. Dan dalam menjalani taklifnya di dunia, manusia dibatasi oleh empat dimensi :
  • Dimensi tempat, yaitu Bumi sebagai tempat beribadah;
  • Dimensi waktu, yaitu umur sebagai sebuah kesempatan atau target waktu beribadah;
  • Dimensi potensi diri sebagai modal dalam beribadah; dan
  • Dimensi pedoman hidup, yaitu ajaran Islam yang menjadi landasan amal.
Allah Ta’ala telah melengkapi manusia dengan pedoman hidup agar dalam menjalani hidupnya di muka bumi tidak tersesat.
  • Allah telah mengutus rasulNya, menurunkan wahyu Al-Qur’an.
  • Dan Hadits sebagai penjelas, agar manusia dapat mengaplikasikan pedoman itu secara jelas tanpa keraguan.
Sayangnya, banyak yang menolak dan ingkar terhadap pedoman hidup tersebut. Banyak manusia lebih memperturutkan hawa nafsunya dan tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.
Maka, orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktifitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan.
Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sedar bahwa detik-detik hidupnya amat berharga dan perlu digunakan untuk beramal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas dan kita tidak boleh menggunakan untuk hal-hal yang sia-sia apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.
Dunia dengan segala kesenangannya merupakan tempat ujian bagi manusia. Apakah yang dimakan, dipakai, dan dinikmati sesuai dengan aturan Allah swt. atau menyimpang dari ajaran-Nya?
Apakah segala kemudahan yang diperoleh manusia dimanfaatkan sesuai mengikut perintah Allah atau tidak?
Dunia merupakan medan ujian bagi manusia, bukan medan untuk pemuas kesenangan nafsu.
Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana hidup di dunia. Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa Rasulullah saw. tidur diatas tikar, ketika bangun ada bekasnya.
Maka kami bertanya: “Wahai Rasulullah saw., bagaimana kalau kami sediakan untukmu kasur.” Rasululah saw. bersabda: “Untuk apa (kesenangan) dunia itu? Hidup saya di dunia seperti seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR At-Tirmidzi)
Perjalanan hidup manusia di dunia akan berakhir dengan kematian. Mereka akan meninggalkan segala sesuatu yang telah dikumpulkannya. Semua yang dikumpulkan oleh manusia tidak akan berguna, kecuali amal shalihnya berupa :
  • Sedekah yang mengalir,
  • Ilmu yang bermanfaat, dan
  • Anak yang shalih.
Kematian adalah penghancur kelezatan dan gemerlapnya kehidupan dunia. Kematian bukanlah akhir kesudahan manusia, bukan pula tempat istirahat yang panjang.
Tetapi, Kematian adalah akhir dari kehidupannya di dunia dengan segala yang telah dipersembahkannya dari amal perbuatan untuk kemudian melakukan rihlah atau perjalanan hidup berikutnya.
Bagi orang beriman, kematian merupakan salah satu peringkat dalam kehidupan yang panjang. Batas akhir dari kehidupan dunia yang pendek, sementara, melelahkan, dan menyusahkan untuk menuju akhirat yang panjang, kekal, menyenangkan, dan membahagiakan.
Di surga penuh dengan kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan belum terlintas oleh pikiran manusia.
Sementara bagi orang kafir, berupaya menghindar dari kematian dan ingin hidup di dunia 1.000 tahun lagi. Tetapi, sikap itu adalah sia-sia. Karena, kematian pasti akan datang menjemputnya.
|

4. Alam Barzakh

Alam berikutnya manusia akan memasuki alam kubur atau alam barzakh. Di sana mereka tinggal sendirian. Yang akan menemaninya adalah amal mereka sendiri.
Kubur adalah taman dari taman-taman syurga atau lembah dari lembah-lembah neraka. Manusia sudah akan mengetahui nasibnya ketika mereka berada di alam barzakh. Apakah termasuk ahli syurga atau ahli neraka.
Jika seseorang menjadi penghuni syurga, maka dibukakan baginya pintu syurga setiap pagi dan petang. Hawa syurga akan mereka rasakan.
Sebaliknya jika menjadi penghuni neraka, pintu neraka pun akan dibukakan untuknya setiap pagi dan petang dan dia akan merasakan hawa panas neraka.
Al-Barra bin ’Azib menceritakan hadits yang panjang yang diriwayat Imam Ahmad tentang perjalanan seseorang setelah kematian. Seorang mukmin yang akan meninggal dunia disambut ceria oleh malaikat dengan membawa kafan syurga.
Kemudian datang malaikat maut duduk di atas kepalanya dan memerintahkan ruh yang baik untuk keluar dari jasadnya. Selanjutnya disambut oleh malaikat dan ditempatkan di kain kafan surga dan diangkat ke langit.
Penduduk langit dari kalangan malaikat menyambutnya, sampai di langit terakhir bertemu Allah dan Allah memerintahkan pada malaikat:
“Catatlah kitab hambaku ke dalam ’illiyiin dan kembalikan kedunia.” Maka dikembalikan lagi ruh itu ke jasadnya dan datanglah dua malaikat yang bertanya:
  • Siapa Tuhanmu?
  • Apa agamamu?
  • Siapa lelaki yang diutus kepadamu?
  • Siapa yang mengajarimu?
Hamba yang beriman itu dapat menjawab dengan baik. Maka kemudian akan diberi alas dari syurga, mendapat kenikmatan di kubur dengan selalu dibukakan baginya pintu syurga, dilapangkan kuburnya, dan mendapat teman yang baik dengan wajah yang baik, pakaian yang baik, dan aroma yang baik. Lelaki itu adalah Amal perbuatannya.
|

5. Alam Akhirat

Dan rihlah berikutnya ialah kehidupan di hari akhirat dengan segala rinciannya. Kehidupan hari akhirat didahului dengan terjadinya Kiamat, berupa kerusakan total seluruh alam semesta.
Peristiwa setelah kiamat adalah Padang Mahsyar, yaitu seluruh manusia dari mulai nabi Adam as. sampai manusia terakhir dikumpulkan dalam satu tempat.
Saat itu matahari sangat dekat jaraknya sekitar satu mil, sehingga mengalirlah keringat dari tubuh manusia sesuai dengan amalnya. Ada yang sampai pergelangan kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai pusat, ada yang sampai dada, bahkan banyak yang tenggelam dengan keringatnya.
Dalam keadaan yang berat ini manusia berbondong-bondong mendatangi para nabi untuk meminta pertolongan dari kesulitan yang maha berat itu. Tetapi semuanya tidak ada yang dapat menolong. Dan terakhir, hanya Rasulullah saw. yang dapat menolong mereka dari kesulitan mahsyar.
Rasulullah saw. sujud di haribaan Allah swt. di bawah Arasy dengan memuji-muji-Nya. Kemudian Allah swt. berfirman:
Tegakkan kepalamu, mintalah niscaya dikabulkan. Mintalah syafaat, pasti diberikan.
Kemudian Rasululullah saw. mengangkat kepalanya dan berkata:
Ya Rabb, umatku.
Dan dikabulkanlah pertolongan tersebut dan selesailah mahsyar untuk kemudian melalui proses berikutnya.
Peristiwa berikutnya adalah hisab (perhitungan amal) dan mizan (timbangan amal) bagi manusia. Ada yang mendapatkan proses hisab dengan cara susah-payah karena dilakukan dengan sangat teliti dan rinci. Sebagian yang lain mendapatkan hisab yang mudah dan hanya sekadar formalitas. Bahkan sebagian kecil dari orang beriman bebas hisab.
Di antara pertanyaan yang akan diberikan pada manusia di hari Hisab terkait dengan masalah prinsip dalam hidupnya. Rasulullah saw. bersabda:
Tidak akan melangkah kaki anak Adam di hari kiamat sehingga ditanya 5 hal di sisi Allah: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana mencarinya, dan ke mana menginfakkannya, dan apa yang diamalkan dari ilmunya.” (HR At-Tirmidzi)
Di masa ini juga dilakukan proses qishash, orang yang dizhalimi meng-qishash orang yang menzhalimi.
Kejadian selanjutnya manusia harus melalui Titian shirat, yaitu sebuah jembatan yang sangat tipis dan mengerikan karena di bawahnya neraka jahanam. Semua manusia akan melewati jembatan ini dari mulai yang awal sampai yang akhir.
Shirat ini lebih tipis dari rambut, lebih tajam dari pedang, dan terdapat banyak kala jengking. Kemampuan manusia melewati jembatan itu sesuai dengan amalnya di dunia.
  • Ada yang lewat dengan cepat seperti kecepatan kilat,
  • Ada yang lewat seperti kecepatan angin,
  • Ada yang lewat seperti kecepatan burung,
  • Tetapi banyak juga yang berjalan merangkak,
  • Bahkan ramai manusia jatuh ke dalam neraka jahanam.
Bagi orang-orang yang beriman, akan minum telaga Rasulullah saw. yang disebut Al-Kautsar. Rasulullah saw. bersabda:
Telagaku seluas perjalanan sebulan, airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih wangi dari misik, dan gayungnya sebanyak bintang di langit. Siapa yang meminumnya, maka tidak akan pernah haus selamanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
|

6. Syurga dan Neraka

Pada tahap yang terakhir dari rihlah manusia di hari akhir adalah sebagian mereka masuk syurga dan sebagian masuk neraka.
  • Syurga tempat orang-orang bertakwa dan
  • Neraka tempat orang-orang kafir, munafik dan fasik.
Kedua tempat tersebut sekarang sudah ada dan disediakan. Bahkan, syurga sudah rindu pada penghuninya untuk siap menyambut dengan sebaik-baiknya sambutan. Neraka pun sudah rindu dengan penghuninya dan siap menyambut dengan hidangan neraka. Al-Qur’an dan Sunnah telah menceritakan syurga dan neraka secara detail.
Penyebutan ini agar menjadi pelajaran bagi kehidupan manusia tentang persinggahan akhir yang akan mereka diami.
Neraka adalah tempat yang penuh dengan siksaan. Percikan apinya jika diletak di dunia dapat membakar semua penghuni dunia. Minuman penghuni neraka adalah nanah dan makanannya zaqum (buah berduri). Manusia di sana tidak hidup karena penderitaan yang luar biasa, dan juga tidak mati karena jika mati akan hilang penderitaannya. Di neraka manusia itu kekal abadi.
Orang-orang beriman akan mendapatkan Syurga dan Kain Sutra karena kesabaran mereka. Dalam syurga mereka duduk-duduk bersandar di atas dipan, tidak merasakan panas teriknya matahari dan dingin yang sangat.
Mereka dinaungi pohon-pohon syurga dan buahnya sangat mudah untuk dipetik. Mereka juga mendapatkan bejana-bejana dari perak dan piala-piala minuman yang sangat bening. Mereka akan minum minuman syurga yang rasanya sangat nikmat yang didatangkan dari mata air surga bernama Salsabila.
Di syurga juga ada banyak sungai yang berisi beraneka macam minuman, sungai mata air yang jernih, sungai susu, sungai khamr, dan sungai madu.
Penghuni syurga akan dilayani oleh anak-anak muda yang jika dilihat sangat indah bagaikan mutiara yang bertaburan. Syurga yang penuh dengan kenikmatan dan kerajaan yang besar. Orang beriman di syurga memakai pakaian sutra halus berwarna hijau dan sutra tebal, juga memakai gelang terbuat dari perak dan emas. Allah swt. memberikan minuman kepada mereka minuman yang bersih.
Dan yang tidak kalah nikmatnya iaitu isteri-isteri dan bidadari syurga. Mereka berwarna putih bersih berseri, bermata bulat, suci dan belum pernah disentuh oleh manusia dan jin.
Puncak dari segala kenikmatan di syurga adalah melihat Pencipta Seluruh Alam iaitu Allah S.W.T yang Maha Agung, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Pencipta dan Yang Maha Mulia. Segala puji-puji hanya untuk Allah S.W.T. (Janganlah kita mencoba untuk membayangkan Allah S.W.T. kerana nanti kita akan disesatkan oleh Iblis dan Syaitan).
Allah S.W.T akan memasukkan hamba–Nya ke dalam syurga dengan rahmat-Nya, dan syurga adalah puncak dari rahmat-Nya. Allah Ta’ala akan memasukan hamba-Nya ke dalam rahmat (syurga) berdasarkan rahmat-Nya juga. Disebutkan dalam hadits shahih: “Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki 100 rahmat.
Diturunkan (ke dunia) satu rahmat untuk jin, manusia, dan binatang. Dengan itu mereka saling simpati dan kasih sayang. Dengan satu rahmat itu pula binatang buas menyayangi anaknya. Dan Allah swt. menyimpan 99 rahmat bagi hamba-Nya di hari kiamat.” (Muttafaqun alaihi) .
Maka, memang pasti nikmat syurga itu jauh lebih baik dari apa yang dibayangkan oleh manusia. Rasulullah saw. bersabda:
Allah swt. berkata, “Aku telah siapkan bagi hambaKu yang shalih sesuatu yang belum dilihat mata, belum didengar telinga, dan belum terlintas pada hati manusia” (Muttafaqun ‘alaihi)
Apakah kita hanya akan berpuas hati dengan mengejar satu rahmat Allah yang dibagi-bagi untuk seluruh penduduk dunia, sementara kita melalaikan 99 rahmat Allah yang disimpan untuk hari akhirat?

Renungkanlah……….

Sumber :  http://safirasafitriaulia.blogspot.com